Persoalan Guru di
Indonesia “sejak jaman Oemar Bakrie” tetap saja semrawut. Selain tingkat
pendidikan yang tidak seragam, distribusi Guru juga timpang dan terjadi
kesenjangan pendapatan. Belum lagi banyak institusi yang berwenang mengangkat Guru.
Sehingga banyak status Guru. Ada Guru PNS (Kemendikbud, Kemenag dan PNS
diperbantukan); Guru bantu; Guru honor daerah; Guru tidak tetap; Guru tetap
Yayasan; Guru honorer di sekolah negeri. Sekarang ada Guru SM3T (Sarjana
Mendidik di Daerah terdepan, Terluar dan Tertinggal).
Jumlah Guru yang mencapai
2.928.322 (baca: Dua Juta Sembilan Ratus Dua Puluh Delapan Ribu Tiga Ratus Dua
Puluh Dua), sebenarnya cukup memadai, tetapi sebarannya tidak merata dan
cenderung ada di perkotaan. Belum lagi jika berbicara tentang mutu Guru itu
sendiri. Bagaimana dengan Dosen?
Data yang dimiliki
Litbang Depdiknas menunjukkan, dari 120.000 dosen tetap PTS dan PTN di
Indonesia, masih ada 50,65 persen atau sekitar 60.000 di antaranya belum
berpendidikan S2 atau baru S1. Menurut
data lain, jumlah seluruh dosen di PTN sebanyak 240.000 orang, 50% di antaranya
belum memiliki kualifikasi pendidikan setara S2. Di antara jumlah tersebut,
baru 15% dosen yang bergelar doktor. Jika dibandingkan dengan perguruan tinggi
di Malaysia, Singapura dan Filipina yang jumlah doktornya sudah mencapai angka
60% lebih, maka tampak bahwa dosen di perguruan tinggi Indonesia masih jauh
ketinggalan.
Padahal, Undang-undang
(UU) No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mensyaratkan dosen perguruan
tinggi minimal S2. Dalam UU itu disebutkan, para pendidik jenjang pendidikan
dasar dan menengah persyaratannya adalah minimal bergelar S1. Sementara, untuk
mendidik di jenjang pendidikan akademis S1, maka sekurang-kurangnya bergelar
strata dua (S2), sedangkan bagi program pascasarjana adalah doktor (S3) dan
profesor.
Guru
dalam istilah Jawa merupakan kepanjangan dari “Digugu dan Ditiru”. Digugu
berarti dipercaya dan diindahkan kata-katanya. Ditiru berarti dapat dijadikan
teladan. Dengan demikian berarti teladan yang kata-katanya dapat dipercaya. Jaman
telah berubah, tetapi meskipun demikian, seharusnya konotasi Guru tetap tidak
berubah tergerus oleh jaman. Tetapi kenyataannya?
Guru
adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti
ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas,
setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang
guru. Secara formal, guru adalah seorang pengajar di sekolah negeri ataupun
swasta yang memiliki kemampuan berdasarkan latar belakang pendidikan formal
minimal berstatus sarjana, dan telah memiliki ketetapan hukum yang sah sebagai
guru berdasarkan undang-undang guru dan dosen yang berlaku di Indonesia.
Sedangkan
definisi Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama
mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat. Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang
dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Ingin tahu lebih lanjut baca http://untuk-guru.blogspot.com/2011/04/arti-kata-dosen.html).
2 x 11 Penyakit Guru Dan
Dosen
Setelah
membaca definisi guru dan dosen diatas, berarti tugas guru dan dosen sangatlah
berat. Tetapi masih banyak guru dan dosen yang tidak menyadari perannya
tersebut. Mereka mungkin mempunyai satu, dua atau beberapa penyakit seperti
yang diutarakan oleh Ciptono. Saya tertarik mengomentari hal ini, setelah
menyaksikan acara Kick Andy, 5 Februari 2011, dengan narasumber Pak Ciptono.
Pria
asal Semarang, Jawa Tengah itu sungguh luar biasa. Ketika tampil di Kick Andy
tiga tahun lalu, sekolah luar biasa yang ia rintis dari garasi rumahnya itu
masih dalam tahap pembangunan.. Namun setelah tampil di Kick Andy, banyak
terjadi perubahan. “Dampak setelah tampil di Kick Andy sungguh luar biasa.
Banyak masyarakat yang mengapresiasi. Saya banyak mendapat sumbangan dari
masyarakat”, kata Ciptono.
Kini
sekolah luar biasa yang digagas Ciptono bisa menampung ratusan anak yang kurang
sempurna. Selain itu, anak didiknya juga banyak yang mengalami kemajuan pesat
pendidikan dan keterampilannya. Salah satunya adalah Kharisma. Bocah
penyandang autis yang pandai menyanyi, pandai menghafal pidato, kemampuan tarik
suaranya juga baik. Ketika acara tersebut Kharisma didaulat untuk menyampaikan
penyakit Guru. Maka Kharisma pun berdiri dan menyampaikan 11 penyakit guru,
yaitu:
- TIPUS, “TIdak PUnya Selera” - -gejalanya: ketika bel tanda masuk telah berbunyi, dosen yang mempunyai gejala tipus sibuk mencari teman sejawat yang juga masuk kelas pada jam tersebut untuk diajak ngobrol terlebih dahulu.
- MUAL : MUtu Amat Lemah. Bahasa Inggris sebagai bahasa ilmu pengetahuan tidak bisa dielakkan. Dosen yang memiliki rasa MUAL biasanya antipati dengan hal-hal yang berbau bahasa Inggris.
- KUDIS : KUrang DISipilin, - gejalanya: kegiatan pembelajaran selesai sebelum lonceng keluar dibunyikan meskipun awal perkuliahan juga telat minimum 30 menit.
- ASMA: “ASal MAsuk” - gejalanya: Banyak yang beranggapan bahwa kalau dosen masuk kelas tidak membawa buku adalah dosen yang hebat, padahal setiap kegiatan pembelajaran mahasiswa selalu mengalami perubahan yang harus dicatat.
- TBC: “Tak Bisa Computer” - gejalanya: dapat dilihat dari kemampuan menjinakkan mouse di depan computer
- KUSTA: “KUrang STrAtegi” - gejalanya: banyak mahasiswa yang keluar-masuk saat dia mengajar adalah salah satu ciri penderita kusta.
- KRAM: “Kurang teRAMpil” - gejalanya: Alat-alat laboratorium yang ditumbuhi karat dan kelihatan tidak pernah dirawat.
- ASAM URAT: “Asal SAmpai Materi meski kUrang akuRAT” - gejalanya: materi yang nggak pernah di update.
- LESU: “LEmah SUmber” - gejalanya : alergi dengan jurnal ilmiah.
- GINJAL: “GajInya Nihil, Jarang Aktif dan Lambat.
- DIARE: “DIkelas mAhasiswa diREmehkan”
Tapi benarkah hanya 11 penyakit guru dan dosen yang ada?
Bagaimana kalau guru dan dosen ada yang kena penyakit AIDS ? Kalau ada guru
atau dosen terkena AIDS, wah berabe banget nih. AIDS : Angkuh, Iri, Dengki, Sombong.
Angkuh atau sombong terhadap apa? Iri dan dengki kepada siapa? Selanjutnya,
inilah diagnosis penyakit Guru dan Dosen lainnya.
- DIABETES (DIhadapan Anak BEkerja Tidak sEriuS).
- GATAL (GAji Tambah Aktifitas Lesu). Gaji ingin terus bertambah, tapi melaksanakan tugas kewajiban tidak mau berubah. Mengikuti sertifikasi sangat ambisius padahal kurang memiliki kompetensi. Tujuan utamanya ingin berpenghasilan tinggi mendapat gaji tunjangan profesi.
- HIPERTENSI (HIlang PERhatian TErhadap Nasib SIswa). Prestasi siswa tidak diperhatikan, mau pintar atau bodoh masa bodo, tidak ada upaya pengayaan bagi siswa berprestasi dan tidak ada upaya perbaikan atau remedial kepada siswa yang masih kurang berprestasi.
- KANKER (KANtong KERing). Gaji satu bulan habis satu minggu, karena besar pasak daripada tiang, tinggi kemauan rendah kemampuan. Penghasilan tidak memenuhi kebutuhan, akibatnya hilanglah semangat melaksanakan tugas, malas masuk kelas, sering mangkir tidak hadir.
- KURAP (KUrang RAPih). Penampilan fisik (appearance) acak-acakan, persiapan administrasi KBM (Kegiatan Belajar-Mengajar) asal-asalan.
- LESU (LEmah SUmber). Buku sumber pelajaran hanya mengandalkan buku paket, tidak memiliki buku referensi yang variatif dan representatif sehingga wawasannya sempit
- LIV(P)ER (Lekas Ingin PERgi). Tidak betah berada di sekolah, tidak antusias masuk ke kelas bahkan sebaliknya ingin segera pulang untuk mencari penghasilan tambahan. Kadang-kadang usaha sampingan diutamakan, tugas utama mengajar dilupakan.
- PROSTAT (PROgram dan Strategi Tidak dicatAT). Ketika KBM tidak disertai Silabus dan RPP, tanpa dilengkapi program dan strategi mengajar yang ditulis sistematis.
- REMATIK (REndah Motivasi Anak TIdak SimpatiK). Tidak semangat ketika mengajar dihadapan anak didik, kinerja tidak menarik sehingga anak didik tidak simpatik bahkan sebaliknya antipati akhirnya melemahkan bahkan menghilangkan gairah belajar. Tampil mengajar tidak menyenangkan siswa.
- STRUK (Suka TeRlambat Untuk masuk Kelas)
(Sebelas penyakit guru dan Dosen yang kedua ini dapat Anda baca di sini.
Anda seorang Guru? Dosen?
Pelajar atau mahasiswa? Bagaimana sebaiknya yang dilakukan Guru dan Dosen untuk
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia? Dan bagaimna tanggapan Anda dengan 2
x 11 penyakit Guru dan Dosen di atas? Apakah Anda punya obatnya? Bagaimana bila
seorang Guru atau Dosen mengidap Komplikasi beberapa penyakit di atas?
Kategori Penyakit Guru Dan Dosen
Menjadi Guru atau Dosen yang
profesional harus memerlukan kemauan, kemampuan dan ketrampilan yang tinggi dan
mau mengubah kebiasaan-kebiasaan yang kurang bagus (penyakit Guru/Dosen).
Penyakit guru/Dosen ini adalah penghambat peningkatan mutu pendidikan kita dan
sebagai Guru/Dosen yang profesional, karena itu Guru dan Dosen sebagai
pendidik/pengajar harus mengalahkan ke 2 x 11 penyakit guru ini.
Setelah didiagnosis,
ternyata penyakit Guru dan Dosen, yang 2 x 11 itu, dapat diklasifikasi hanya menjadi
tiga jenis, yaitu kepribadian, metodologis dan teknis.
1. Kategori personal (kepribadian),
2. Kategori metodologis,
3. Kategori aspek teknis keterampilan,
Setelah
dikategorisasikan, maka semakin mengerucut hanya menjadi tiga saja. Bisakah
anda membantu dengan:
- Mengelompokan penyakit-penyakit di atas dalam tiga kategori tersebut?
- Bagaimana mengobati penyakit-penyakit tersebut diatas?
- Menyebutkan penyakit-penyakit lainnya yang mungkin masih ada!
Salam Takzim,
Bagus H. Jihad
lesu ada di 11 yang atas dan 11 yang bawah.
BalasHapusBener Kang, bisa diperbsiki dengan LEmah SUara...
Hapusbanyak juga Guru atau Dosen yang suaranya mendayu-dayu sehingga susah untuk sampai bahkan dibangku baris ke dua atau tiga...
Untuk yg model begini sebaiknya belajar vokal di Purwacaraka...