Kritik atau istilah
lainnya adalah umpan balik merupakan
suatu pesan yang disampaikan oleh
seseorang dalam komunikasinya dengan orang lain. Kita sendiripun sering tanpa
sadar memberikan kritik dalam percakapan dengan orang lain. Pada umumnya kritik
memang cenderung tak ingin kita dengar.
Kita biasanya akan merasa terganggu, sakit hati, atau bahkan bisa mengancam
identitas kita. Karena itu, wajar jika kadang kala kritik diabaikan oleh penerimanya.
Bahkan, kebanyakan kita
tampaknya justru lebih bersikap defensif terhadap kritik, bahkan balik menyerang
si pengkritik. Hal ini gampang kita jumpai, dan tontonan paling gamblang ya di
televisi. Dalam pembelaan terhadap kritik ini, kita biasanya mengatakan,"
menjadikan kita kurang produktif dan mengurangi rasa percaya diri.
Para psikolog banyak
yang mempunyai pandangan bahwa lebih baik banyak memuji daripada mengkritik saja berkomunikasi dengan
lingkungan sosial kita. Namun, sebaiknya
kita tetap perlu mempertimbangkan bagaimana
memanfaatkan dan caranya memberi kritik
yang membangun, agar tak sampai terjadi masalah yang serius dan dapat merusak
persahabatan dalam pergaulan atau relasi dalam pekerjaan.
“Feedback is sensory
information that a person receives as a result of a response”. Umpan balik
bersifat umum sebagai sensori informasi yang diterima seseorang sebagai hasil
meresponnya. Umpan balik adalah pengetahuan yang diperoleh berkenaan dengan
sesuatu tugas, perbuatan atau respons yang telah diberikan. Umpan balik yang efektif, baik positif maupun
negatif sangat membantu satu sama lainnya. Manakala Anda memberikan kritik
(umpan balik), Anda memberikan informasi yang bernilai yang mana dapat
digunakan oleh pihak lain mengenai bagaimana mereka berperilaku. Feedback
membangun dan mempertahankan komunikasi serta menyediakan informasi yang dapat
digunakan.
Sebagai ilustrasi…
Alkisah suatu ketika ada
seorang pelukis yang baru saja tamat dari kursus melukis. Dia menghabiskan waktu selama 3 hari untuk
melukis pemandangan yang indah. Dia
ingin mengetahui apa pendapat khalayak ramai mengenai keterampilannya melukis.
Dia meletakkan lukisannya itu di sebuah persimpangan jalan yang ramai. Dan dia meletakkan papan dengan tulisan yang
cukup besar di bawah lukisan itu, “Saya melukis pemandangan ini. Karena saya masih baru dalam profesi ini, saya
mungkin membuat beberapa kesalahan dalam coretan saya. Tolong Anda menandai kesalahan yang Anda
lihat dengan tanda silang.”
Ketika dia kembali di sore
harinya untuk mengambil lukisannya, dia benar-benar terkejut dan hancur
semangatnya melihat seluruh kanvasnya penuh coretan dan ada beberapa orang yang
bahkan menuliskan komentarnya di lukisan tersebut. Dengan patah semangat dan putus asa dia
membawa lukisan itu ke rumah gurunya dan … menangis sedih.
Artis muda ini dengan sulit
berkata kepada gurunya, “Saya tidak berguna.
Semuanya sia-sia dan bila semua yang telah saya pelajari itu yang
diperlukan untuk menjadi pelukis, saya tidak akan menjadi pelukis yang
baik. Masyarakat telah menolak saya
mentah-mentah. Saya merasa sepertinya
lebih baik saya mati saja.”
Sang guru tersenyum dan
berkata, “Anakku, aku akan membuktikan bahwa kamu adalah seniman yang hebat dan
telah belajar melukis tanpa cacat.
Kerjakan apa yang kukatakan kepadamu tanpa bertanya. Aku jamin.”
Walaupun enggan, seniman muda ini setuju. Dua hari kemudian, di pagi hari dia membawa
replica lukisan semula kepada gurunya.
Sang guru menerimanya dengan gembira dan tersenyum. “Ayo, ikut aku,” kata gurunya.
Mereka sampai di
persimpangan jalan yang sama, di pagi hari dan memamerkan lukisan itu di tempat
yang sama. Sang guru meletakkan papan
bertuliskan, “Saudara-saudara, saya melukis pemandangan ini. Oleh karena saya baru dalam profesi ini, saya
mungkin telah melakukan beberapa kesalahan dalam goresan saya. Saya menyediakan kotak berisi cat dan kuas di
bawah. Saya mohon bantuan Saudara. Bila Saudara melihat ada kesalahan, silakan
mengambil kuas dan mengoreksinya.” Guru
dan murid ini kemudian berjalan pulang.
Keduanya kembali ke tempat
yang sama sore harinya. Seniman muda ini
tercengang melihat bahwa tidak satu koreksian pun yang telah dilakukan
orang. Mereka meletakkan lukisan itu di
sana keesokan harinya dan di sore harinya tetap tidak ada orang yang
mengoreksi. Mereka melanjutkan aksi itu
selama sebulan dan tetap tidak ada orang yang mengoreksi!
Apa tanggapan Anda
tentang ilustrasi di atas? Ya, kebanyakan kita hanya mampu mengkritik tanpa
mampu memperbaiki. Sehausnya, kritik kita menjadi umpan balik yang membangun. Kritik,
apabila diberikan dengan tepat, merupakan hal penting untuk bernegosiasi dan mencapai
relasi sosial yang lebih baik. Seperti kita ketahui, pembelajaran yang kita
peroleh dalam hidup sebagian besar terletak pada bagaimana kita mengenali,
menganalisis, dan menerima kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan. Hal itu
bisa kita dapatkan dari kritik yang kita terima dari orang lain.
Pada sebuah organisasi yang selalu berusaha untuk meningkatkan kinerjanya,
umpan balik membantu untuk membuat penyesuaian yang diperlukan. Umpan balik
berfungsi sebagai motivasi bagi banyak orang di tempat kerja. Ketika seseorang
menerima umpan balik baik negatif atau positif, mereka harus memutuskan
bagaimana akan menerapkannya secara personal atau pekerjaannya. Joseph Folkman
mengatakan bahwa untuk menemukan tingkat terbesar keberhasilan dalam sebuah
organisasi, bekerja dengan orang lain, seseorang harus belajar bagaimana
menerima segala jenis umpan balik, menganalisisnya dengan cara yang se-positif mungkin,
dan menggunakannya untuk memberi dampak pada keputusan lebih lanjut di masa
mendatang.
Dalam bahasa umum istilah "umpan balik" dipahami sebagai
"untuk mengkritik orang lain", seperti dalam "bos memberi saya
umpan balik tentang presentasi saya."
Selanjutnya, "umpan balik positif" tidak berarti
"pujian" dan "umpan balik negatif" tidak berarti
"kritik". Umpan balik positif menunjukkan proses self-reinforcing,
dan umpan balik negatif menunjukkan suatu koreksi (bisa berupa motivasi).
Memberikan Kritik yang efektif
Bagaimana memberikan
kritik yang efektif? Agustine Dwiputri, pengasuh Konsultasi Psikologi Kompas
Minggu 8 April 2012, mengemukakan, Karen Wright (2011) memberikan 8 buah aturan
untuk kritik yang efektif, yaitu:
- Selalu mulai dengan pertanyaan, misalnya, “Menurut kamu bagaimana kamu melakukannya?” Cara demikian membuat penerima kritik merasa ikut memiliki masalah dan merasa dilibatkan.
- Jangan pernah memberikan kritik, kecuali jika diminta; umpan balik negatif yang tidak diinginkan hanya menimbulkan gangguan dan akan diabaikan.
- Pastikan Anda terlihat memiliki kewenangan untuk memberikan umpan balik yang korektif. Kritik dari seseorang yang dipandang sebagai tidak berwenang atau kurang kompeten akan menimbulkan resistensi dan perlawanan. Dalam hubungan dengan pasangan, paling tidak pemberi kritik adalah seorang yang dapat ditiru untuk perilaku yang dikritiknya.
- Bedakan kritik sebagai tuntutan untuk berubah yang merefleksikan kebutuhan kita atau merupakan kritik yang valid tentang bagaimana seseorang melakukan sesuatu. Jadi kita perlu memahami bahwa ucapan “Kau terlalu menuntut” sebenarnya berarti “Saya berharap saya merasa lebih diterima.”
- Jangan pernah memberikan umpan balik ketika Anda marah, kemarahan akan “mengasingkan” pendengarnya. Lebih produktif bila kita mengekspresikan kekecewaan.
- Kenali dengan siapa Anda bicara. Seorang yang sanga mencintai dirinya sendiri akan memandang setiap kritik sebagai serangan terhadap pribadinya, rasa tak aman akan meruntuhkan semua harga dirinya.
- Kenali juga diri sendiri. Jika Anda relatif tidak sensitif terhadap kritik, kendalikan kecenderungan untuk menjadi canggung saat menyampaikannya.
- Lebih baik berharap munculnya sikap defensif sebagai respons pertama terhadap kritik. Sedangkan perubahan mungkin akan datang kemudian.
Anda sudah dapat memberikan kritik yang efektif. Silahkan memberikan
kritik dan umpan balik.
Salam Takzim,
Bagus H. Jihad
wah keren kang infonya,,
BalasHapusThanks Mas Kholis...
HapusSemoga bermanfaat...
Thanks Mas Kholis...
BalasHapusSemoga bermanfaat...
Thanks om pelajaran tentang umpan baliknya, saya juga malah baru ngeh dari ilustrasi diatas, ternyata kalo mau mencoret, semua orang bisa, tapi kalo memperbaiki, jarang yang bisa :D
BalasHapusHai Ramy, inilah kita...
HapusPanda mengkritik tanpa mau dikritik.
Memang sebagai generasi muda anda diharuskan kritis, tapi sebagai fungsi perbaikan.
Janganlah seperti politikus kita yg mengkritisi tapi berbuat tidak lebih baik... dan malah kritik itu berbalik arah.
Saya dinasehati: "Anda mempunyai dua telinga, berarti harus lebih banyak mendengar (termasuk kritik), dan hanya punya satu mulut"
Thanks, Salam Takzim
Bagus H. Jihad