[Mimpi Siang Bolong]
[BAGUSEREK] Ketika Amy Hagadorn berjalan melewati sebuah sudut di lorong dekat kelasnya, dia berpapasan dengan seorang anak laki-laki siswa kelas lima yang berlari dari arah berlawanan.
Di stasiun radio WJLT di Fort Wayne, Indiana (AS), suat-surat yang datang untuk mengikuti lomba Permohonan Natal tumpah ruah seperti air bah. Para karyawan stasiun radio dengan senang hati membaca bermacam-macam hadiah yang diinginkan oleh anak-anak laki-laki dan perempuan dari seluruh kota untuk perayaan Natal. Surat Amy juga tiba di stasium radio itu dan dinilai sebagai salah satu yang layak menang.
Selama masa Natal yang sibuk itu, lebih dari dua ribu orang dari seluruh dunia mengirimkan surat persahabatan dan dukungan kepada Amy. Sebagian penulis surat itu cacat; sebagian pernah menjadi sasaran ejekan ketika masih anak-anak, tetapi tiap penulis mempunyai sebuah pesan khusus bagi Amy. Lewat kartu dan surat dari orang-orang yang belum dikenalnya itu, Amy merasakan sebuah dunia penuh dengan orang-orang yang betul-betul peduli. Dia sadar sekarang, tidak ada ejekan dalam bentuk apa pun yang akan pernah membuatnya merasa kesepian. Banyak orang berterima kasih kepada Amy atas keberaniannya mengungkapkan isi hati. Penulis lain mendorongnya bertahan terhadap ejekan-ejekan dan tetap tampil dengan berbesar hati.
Dikutip dari Alexander Sindoro (HRExcellency_Club)
[BAGUSEREK] Ketika Amy Hagadorn berjalan melewati sebuah sudut di lorong dekat kelasnya, dia berpapasan dengan seorang anak laki-laki siswa kelas lima yang berlari dari arah berlawanan.
"Pakai matamu, bodoh!" maki anak laki-laki itu, setelah berhasil berkelit dari murid kelas tiga, bertubuh kecil yang hampir ditabraknya.
Kemudian, dengan mimik mengejek, anak laki-laki itu memegang kaki kanannya dan berjalan menirukan cara berjalan Amy yang pincang. Amy memejamkan matanya beberapa saat.
“Abaikan saja dia”, katanya dalam hati sambil berjalan lagi menuju ke kelasnya. Akan tetapi, sampai jam pelajaran terakhir hari itu Amy masih teringat akan ejekan anak laki-laki itu. Dan, dia bukanlah satu-satunya anak di sekolah yang mengganggunya.
Sejak Amy mulai duduk di kelas tiga, ada saja anak yang mengganggunya setiap hari, mengejek cara bicaranya atau cara berjalannya. Kadang-kadang, walaupun di dalam kelas yang penuh dengan anak-anak, ejekan-ejekan itu membuatnya merasa sendirian, kesepian.
Di meja makan malam itu, Amy tidak berbicara. Karena tahu ada yang tidak beres di sekolah, Patti Hagadorn dengan senang hati berbagi kabar menggembirakan dengan putrinya. "Di sebuah stasiun radio ada lomba membuat permohonan menjelang Natal," kata ibunya.
"Coba kamu menulis surat kepada Santa Klaus, siapa tahu kamu memenangkan hadiahnya. Ibu pikir setiap anak yang mempunyai rambut pirang bergelombang di meja ini harus ikut."
Amy tertawa, lalu dia mengambil pensil dan kertas. "Dear Santa Claus," tulisnya sebagai pembuka.
Ketika Amy sedang asyik membuat suratnya yang paling baik, semua anggota keluarga mencoba menebak permohonannya kepada Santa Klaus. Adik Amy, Jamie, dan ibunya sama-sama menebak bahwa yang paling mungkin diminta oleh Amy adalah boneka Barbie setinggi satu meter. Ayah Amy menebak bahwa putrinya meminta sebuah buku bergambar. Akan tetapi, Amy tidak bersedia mengungkapkan permohonan Natalnya. Dia merahasiakannya.
Di stasiun radio WJLT di Fort Wayne, Indiana (AS), suat-surat yang datang untuk mengikuti lomba Permohonan Natal tumpah ruah seperti air bah. Para karyawan stasiun radio dengan senang hati membaca bermacam-macam hadiah yang diinginkan oleh anak-anak laki-laki dan perempuan dari seluruh kota untuk perayaan Natal. Surat Amy juga tiba di stasium radio itu dan dinilai sebagai salah satu yang layak menang.
Manajer Lee Tobin membacanya dengan cermat, "Santa Klaus yang Baik, Nama saya Amy. Saya berusia sembilan tahun. Saya mempunyai masalah di sekolah. Dapatkah Anda menolong saya, Santa? Anak-anak menertawakan saya karena cara berjalan saya, cara berlari saya, dan cara bicara saya. Saya menderita cerebral palsy. Saya hanya meminta satu hari saja yang dapat saya lewati tanpa ada orang menertawai atau mengejek saya. Salam sayang selalu, Amy.”
Hati Lee terasa nyeri ketika membaca surat itu. Dia tahu cerebral palsy adalah gangguan saraf yang menyebabkan penderitanya tampak aneh bagi orang lain. Menurutnya ada baiknya bila semua orang di Fort Wayne mendengar tentang gadis cilik dengan permohonan Natalnya yang tidak lazim. Pak Tobin menelepon sebuah koran setempat. Keesokan harinya, foto Amy dan suratnya kepada Santa mengisi halaman depan koran The News Sentinel.
Kisah itu menyebar dengan cepat. Surat kabar, stasiun radio, dan televisi di seluruh negeri memberitakan kisah gadis cilik di Fort Wayne, Indiana, yang hanya mengajukan sebuah permohonan sederhana, namun baginya merupakan hadiah Natal paling istimewa − satu hari tanpa ejekan. Tiba-tiba, pak pos menjadi orang yang sering mampir di rumah keluarga Hagadorn. Amplop berbagai ukuran yang dialamatkan kepada Amy datang setiap hari ditulis oleh anak-anak dan orang dewasa dari seluruh negeri, berisi kartu-kartu ucapan selamat berlibur dan kata-kata penghiburan.
Selama masa Natal yang sibuk itu, lebih dari dua ribu orang dari seluruh dunia mengirimkan surat persahabatan dan dukungan kepada Amy. Sebagian penulis surat itu cacat; sebagian pernah menjadi sasaran ejekan ketika masih anak-anak, tetapi tiap penulis mempunyai sebuah pesan khusus bagi Amy. Lewat kartu dan surat dari orang-orang yang belum dikenalnya itu, Amy merasakan sebuah dunia penuh dengan orang-orang yang betul-betul peduli. Dia sadar sekarang, tidak ada ejekan dalam bentuk apa pun yang akan pernah membuatnya merasa kesepian. Banyak orang berterima kasih kepada Amy atas keberaniannya mengungkapkan isi hati. Penulis lain mendorongnya bertahan terhadap ejekan-ejekan dan tetap tampil dengan berbesar hati.
Lynn, seorang siswi kelas enam dari Texas, mengirim pesan sebagai berikut. “Aku senang menjadi temanmu, dan bila kau mau mengunjungi aku, kita dapat bersenang-senang. Tidak seorang pun yang akan mengejek kita, karena kalau mereka demikian, kita tidak usah mendengarkan.”
Permohonan Amy untuk menikmati satu hari khusus tanpa mendapat gangguan terpenuhi di sekolahnya, South Wayne Elementary School. Selain itu, setiap orang di sekolah memberikan sebuah bonus tambahan. Guru dan murid berdiskusi tentang bagaimana perasaan orang yang diejek. Tahun itu, walikota Fort Wayne secara resmi menyatakan 21 Desember sebagai Hari Amy Jo Hagadorn untuk seluruh kota. Walikota menerangkan bahwa dengan keberanian mengajukan permohonan seperti itu, Amy mengajarkan sebuah pelajaran universal. "Siapa pun," kata walikota, "ingin dan berhak diperlakukan dengan hormat, bermartabat, dan hangat."
Bagaimana dengan kita ? Masihkah kita senang menertawakan kekurangann orang lain? Menertawakan kesalahan orang lain? Semoga bermanfaat!
Sungguh pak, nangis saya membaca artikel ini. Perasaan itu memang sederhana namun berharga (Seperti sederhananya ka'bah yang berbenetuk kubus, namun siapa yang berdiri dihadapannya akan meneteskan air mata). Kita sering lalai dengan hal-hal yang sederhana, padahal hal yang dianggap sederhanalah itulah yang berharga. Itulah perasaan. Meskipun judulnya tentang "Menhormati", saya yakin Amy tidak ingin dihormati, ia hanya ingin kalau setiap orang bisa saling menjaga perasaan. Menjaga sesuatu yang sederhana tapi sangat mahal.It's very... very good. Luar biasa... ^,^
BalasHapus@Rosid:
BalasHapusAlhamdulillah, bila berkenan. Terima kasih sangat menyemangati untuk posting yang lebih baik. Jazakallah. Salam takzim.
Baca ceritanya bikin merinding om!Baca ceritanya bikin merinding om!
BalasHapus@Aa Pratama:
BalasHapusTerima kasih bila bisa mendapatkan hikmah dari cerita di atas.
Salam Takzim