Minggu, 22 Januari 2012

Penyatuan Waktu Indonesia; TTS Minggu No. 1651

Terkait pertanyaan No. 11 menurun pada TTS Kompas Minggu No 1651, mengenai jenis waktu di Indonesia. Sebagaimana yang kita ketahui bersama Negara Kesatuan Republik Indonesia terbagi atas tiga bagian waktu. That’s right, WIB, WITa dan WIT. Mengapa terjadi perbedaan waktu ini? Apakah hal ini merupakan suatu keharusan? Apakah boleh membuat aturan lain tentang pembagian waktu? Bagaimana bila Indonesia menggunakan satu waktu saja? Melihat bahwa bangsa-bangsa lain memilih waktu dengan pertimbangan kepentingan nasional bukannya kesesuaian geografi maupun kenyamanan cuaca, maka Indonesia pun punya peluang yang sama.


Mengapa Terjadi Perbedaan Waktu
Garis bujur yang ada di muka bumi berjumlah 360 buah, terdiri atas 180 buah di sebelah barat belahan bumi dan 180 buah di sebelah timur belahan bumi. Jarak antara garis yang satu dengan yang lainnya adalah 1 derajat. Setiap satu derajat memiliki selisih waktu 4 menit. Setiap 15 derajat memiliki selisih waktu 15 x 4 menit = 60 menit atau 1 jam. Jadi, permukaan bumi dibagi 24 daerah waktu (360 : 15). Tiap-tiap daerah waktu selisihnya 1 jam.
Jika berdasarkan pada ketentuan umum, pembagian wilyah waktu di dunia adalah 1derajat selisih 4 menit. Jadi, wilayah Indonesia yang terletak pada garis bujur 95 derajat BT – 141 derajat BT mempunyai panjang busur 46 derajat sama dengan 46 x 4 menit = 184 menit atau 3 jam 4 menit dibulatkan 3 jam. Dengan demikian jelaslah bahwa negara kita terbagi atas 3 wilayah pembagian waktu (sumber: disini).

Daerah Waktu Indonesia Barat (WIB). Waktu Indonesia Bahgian Barat berdasarkan meridian pangkal 105º BT, meliputi keseluruhan Provinsi di pulau Sumatera, seluruh Provinsi di pulau Jawa, Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Kalimantan Tengah (wilayah Waktu Indonesia Barat mempunyai selisih waktu 7 jam lebih awal dari meridian utama atau waktu Greenwich).
Daerah Waktu Indonesia Tengah (WITA). Berdasarkan meridian pangkal 120º BT, meliputi Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan seluruh Provinsi di Sulawesi (wilayah Waktu Indonesia Tengah mempunyai selisih waktu 8 jam lebih awal daripada Greenwich).
Daerah Waktu Indonesia Timur (WIT). Waktu Indonesia Bahagian Timur berdasarkan meridian pangkal 135º BT, meliputi seluruh provinsi di Irian Jaya (Papua), Maluku, dan Maluku Utara (wilayah Waktu Indonesia Timur mempunyai selisih waktu 9 jam lebih awal daripada waktu Greenwich)/sumber: disini.

Tidak Semua Mengikuti Aturan Waktu Baku

Karena kepentingan ekonomi atau kepentingan lainnya. Dulu zaman Hindia Belanda Indonesia dibagi dalam zone waktu 1/2 jam atau  30 menit, maka waktu itu ada waktu Sumatra dan Waktu Jawa, Waktu Maluku dsb, yang masing-masing beda 30 menit dengan zona waktu sebelahnya. Pada waktu itu Singapura memilih waktunya sama dengan waktu Jawa dan bukan dengan zona waktu Sumatra, karena kepentingan perdagangannya dengan Jawa.

Pada sesudah merdeka sekitar tahun 50-an Indonesia mengubah zona waktunya sesuai dengan standard internasional, jadi beda 1 jam, maka muncullah WIB, Witeng dan WIT tersebut. Jawa masuk ke zona waktu Sumatra dengan nama WIB. Anehnya Singapura dan Malaya tidak mau mengikuti, dan tetap menggunakan zona waktu Jawa yang berbeda 1/2 jam, walaupun mereka sebut waktu Singapura atau waktu Malaysia Barat (Semenanjung Malaya), sedangkan waktu Malaysia Timur (Serawak/ Sabah) dan Brunei menggunakan zone waktu yang sama dengan Indonesia Tengah.

Belakangan Malaysia menyatukan zone waktu Malaysia Barat dan Timur menjadi 1zone, tetapi anehnya Malaysian Barat menyatukan diri dengan waktu Malaysia Timur alias sama dengan Indonesia Tengah. Kalau kita lihat di peta maka jelas pembagian WIT, Witeng dan WIB itu sesuai masing2 dengan zona waktu Jepang , Philipina Hongkong/Australia Barat, dan waktu Bangkok (Thailand), jadi justru waktu Malaysia dan Singapura yang ngaco atau "mahiwal". Jika kita terbang  dari Jakarta ke Singapura waktu kita maju 1 jam (seolah-olah kita pergi ke timur, seperti ke Makasar), kalau kita kearah barat lagi ke Bangkok kita mundur lagi 1 jam. Jadi sebetulnya Malaysia dan Singapur yang harus menyesuaikan diri dengan WIB, dan bukan sebaliknya, karena dari segi zona waktu internasional Malaysia dan Singapura itu merupakan anomali. Perlu juga dicatat bahwa pada zaman penjajahan Jepang demi kepentingan militer waktu di Indonesia pernah disesuaikan dengan waktu di Tokyo, alias sama dengan waktu di Irian (WIT).

Hanya saja, dalam perkembangannya ternyata tidak semua negara mau ikut dengan aturan Fleming, misalnya saja China. Negara ini punya lebih dari 60 derajat garis bujur, tetapi sejak tahun 1949 menetapkan satu zona waktu tunggal (GMT plus 8) untuk seluruh wilayahnya. Korea Selatan, yang seharusnya berada di zona GMT plus 8, saat ini berada di GMT plus 9. Di Asia Tenggara, Malaysia GMT plus 7 dan GMT plus 8 serta Singapura GMT plus 7, tetapi keduanya memakai GMT plus 8.

Mengikuti aturan Fleming, Rusia yang selebar 165° memiliki paling banyak yaitu 11 zona waktu, mencakup Kaliningrad di Laut Baltik. Amerika Serikat terbagi dalam sembilan zona waktu; enam di negara bagian dan tiga di teritori lainnya. Kanada punya enam.

Di belahan bumi lain, sejumlah negara sengaja mengesampingkan aturan. Republik Rakyat Cina selebar 65° yang semestinya terbagi dalam lima zona waktu, mengadopsi satu (single time, GMT+8); “menyesuaikan” New York, Chicago, Denver, dan Los Angeles (GMT-8). India merupakan negara besar kedua yang menganut satu zona waktu (GMT+5:30).

Penerapan satu zona waktu di Cina menciptakan “keajaiban dunia” kedua setelah Tembok Cina. Di ujung barat Cina, matahari di atas kepala akan terlihat pada pukul 15:00 dan pukul 11:00 di ujung timur. Perbedaan ekstrem terasa ketika berada di perbatasan Cina dan Afganistan. Dalam jarak hanya 76 km, kedua negara tersebut berselisih waktu tiga jam 30 menit! Sepanjang tahun 1912-1949, Xinjiang dan Tibet memilih GMT+6. Menyusul Partai Komunis Cina berkuasa sejak 1949, pemerintah mengubahnya menjadi GMT+8. Kalau kebetulan berbisnis di Xinjiang atau berlibur di Tibet, biasakan melihat warga setempat melakukan urusan mereka dua jam lebih telat dari biasanya. Makan siang mulai pukul 14:00, jam pulang kerja pukul 19:00.

Demi uang, kota-kota bisnis seperti Kunming, Chengdu dan Chongqing rela “berbohong” dengan menyatakan mereka berada di GMT+8 (semestinya +7) agar sama dengan Hong Kong. Secara geografis, Seoul di Korea Selatan berada di zona +8. Ketika Jepang menganeksasi Semenanjung Korea pada 1910, zona waktu Seoul bergeser ke +9 atau sama dengan Tokyo hingga sekarang.

Ketidakwajaran zona waktu Cina justru mengilhami ketidakwajaran baru. Melalui Perserikatan Bangsa-bangsa, pada 20 Mei 2003 Presiden George Walker Bush telah mengajukan proposal penyatuan zona waktu dunia yang disebut Single Universal Time Zone. “Tidak adil bagi AS apabila negara-negara lain lebih dulu memasuki hari esok, sementara AS tertahan pada hari ini. Jika sekarang 09:00 malam di Washington D.C., pada saat yang sama sudah merupakan hari esok di London atau Paris. That patently unfair,” kata Bush di Markas Besar PBB, New York, sebagaimana dilansir http://www.bbspot.com/.

Pemerintah Inggris serta-merta mendukung. “If it means sleeping in broad daylight then we’ll stick with our allies,” ucap Perdana Menteri Tony Blair, “Of course there’s never broad daylight in the UK, so it’s not much of an issue.”

Kenyataannya, siang-malam yang dalam pengertian tradisional laksana saklar on-off, tak lagi relevan bagi “dunia 24 jam sehari.” Boderless world bukanlah sekadar konsep dunia tanpa batas yang memungkinkan syaraf kehidupan warganya terhubung satu sama lain; ia berarti pula real time dalam arti harfiah. Di era globalisasi, warga global di setiap negara semestinya dapat beraktivitas tak peduli siang atau pun malam, saling berkomunikasi antarnegara tanpa perasaan khawatir mengganggu waktu tidur.

GMT yang dikenal pula sebagai Eastern Time, menurut Bush, turut menyebabkan produktivitas warga AS tidak optimal ketika berhubungan dengan mitra kerjanya di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di belahan dunia lain. Selain dirasakan sebagai biang jet lag, zona waktu ditengarai menurunkan setengah persen gross domestic product (GDP) AS setiap tahun. Bush berharap, rencana itu bisa dijalankan setidaknya di seantero AS. “Saya bingung setiap tiba di ranch dari DC. Saya tak pernah ingat jam berapa sekarang. Jam sepuluh? Jam sebelas? Tapi, di bawah rencana saya setiap orang dapat menyaksikan The West Wing pada jam yang sama, dan penduduk malas California bisa bangun tidur pada jam yang pantas seperti kita kebanyakan,” kata Bush.

Usaha Yang Pernah Dilakukan tingkat ASEAN

Di Asia Tenggara, kelompok negara berbendera Association of South East Nations (ASEAN), sejak Desember 1995 bahkan terlebih dahulu terobsesi menyatukan zona waktu seluruh ibukota negara anggota yang disebut ASEAN Common Time (ACT).

Sembilan bulan berselang, sidang kelompok kerja ASEAN bertemu di Jakarta dengan tidak menghasilkan apa-apa soal ACT. Mereka hanya setuju untuk mengembalikan proposal ACT ke SEOM (Senior Economic Official Meetings). Juli 2001, Thailand mengumumkan telah memundurkan jamnya satu jam, menyamai waktu Singapura dan Malaysia; lebih penting lagi menyamai Cina daratan dan Hong Kong. Pada Mei 2004 di Yogyakarta, para pemimpin 10 negara ASEAN bersepakat mengadopsi zona waktu Cina, Taiwan, dan Hong Kong. September 2005, sewaktu pertemuan tingkat Menteri Ekonomi digelar, kesepakatan mentah oleh ketidaksiapan Myanmar.

Semua ibukota negara ASEAN berada di empat zona waktu: +6, 7, 8, 9. Mayoritas di antaranya berada di zona +7 dan +8; satu di +6. Cuma Rangoon di Myanmar (GMT+6:30) yang paling mendekati zona waktu seharusnya. Singapura dan Malaysia merupakan dua contoh negara di zona waktu barat yang bergeser ke timur. Bayangkan, Singapura yang terletak lebih barat daripada Pulau Jawa (waktu Indonesia barat/WIB), sejak 1982 malah memilih zona +8 atau sama dengan waktu Indonesia tengah (WITa). Ini yang menjelaskan mengapa matahari terbit di Singapura (07:00 SST/Singapore Standard Time) terlihat kesiangan daripada di Jakarta (05:35 WIB). Matahari di Singapura seolah-olah terbenam satu jam lebih lambat (19:03 SST) daripada di Jakarta (18:04 WIB). Di balik itu, Singapura sebetulnya sedang mengoptimalkan manfaat sinar matahari bagi aktivitas kehidupan warganya.

Perubahan zona waktu mengisyaratkan perlunya kestabilan politik. Sementara Myanmar enggan mereformasi sistem politiknya, regionalisasi di Asia menyeret setiap negara di dalamnya, cepat atau lambat, ke pusat timur baru. Mana lagi kalau bukan Cina. ACT menegaskan semangat kebersamaan antarnegara ASEAN di satu sisi dan respons terhadap Abad Cina di sisi lain. Kebangsaan dalam konteks tersebut merupakan kepentingan kelompok dengan pasar bebas sebagai katalisatornya. Uang adalah satu-satunya paspor yang berlaku. Jadi, ACT bukan sekadar isu penyatuan zona waktu atau geografi yang menjemukan. Seberapa sulit sih menyetel ulang jam? Semestinya tidak sulit, semudah mengangkat alis mata.

Nyatanya, ACT gagal diwujudkan. Ahli geografi mana pun akan menyatakan, bujur seluruh negara ASEAN (90°30’-141°) terlalu lebar (51°), sehingga mustahil mengadopsi hanya satu tolok waktu (tapi di Cina kemustahilan ini dikecualikan). Namun di SEOM, kemustahilan disederhanakan menjadi dua pilihan: GMT+7 atau GMT+8 (sumber: disini).

Penyatuan Waktu Indonesia

Apakah cara pembagian waktu sekarang efektif dalam peta globalisasi ekonomi dewasa ini? Atau perlu ditinjau alternatif lain misalnya 2 pembagian waktu saja...atau bahkan hanya satu? Sebuah wacana menarik yang perlu dibahas terbuka. Sumatera dan Jawa seharusnya dimajukan 1 jam, dan jika ini terjadi akan meningkatkan produktifitas nasional, antara lain:

Ekonomi secara global
  • 1.   Money market di Indonesia buka dan tutup bersamaan dengan pasar uang internasional, dalam hal ini Singapore, Malaysia dll, sehingga rupiah lebih dapat dikontrol. Sehingga Rupiah diharapkan dapat lebih stabil.
  • 2.   Demikian juga Capital Market.
  • 3.   Menurut PLN, akan mengurangi penggunaan listrik secara nasional
  • 4.   Menurut pakar pariwisata, akan meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara
  • 5.   Meningkatkan produktifitas nasional
  • 6.   dll yang sangat positif bagi kita Bangsa Indonesia (sumber: disini).
Pariwisata
Pertama kali dalam sejarah pembagian zona waktu Indonesia, pariwisata mulai diperhitungkan. Masyarakat tradisional Bali mungkin tak peduli dengan WIB atau WITa, tapi wisatawan yang berduyun-duyun ke pulau itu adalah orang-orang yang berhitung soal waktu. Perbedaan waktu dua jam menyebabkan para wisatawan Jepang dan Australia – tercatat paling banyak – terpaksa lekas pulang dari Bali agar tidak terlalu larut malam di negara mereka. Dua puluh lima tahun sejak 1963, turun Keputusan Presiden RI Nomor 41/1987 yang mengubah sedikit garis zona waktu sebelumnya.

Implikasinya, jumlah wisatawan melonjak karena mereka merasa tidak membuang banyak waktu pergi ke Bali. Tapi sebetulnya, merelakan Bali ke WITa dari WIB sejak 1 Januari 1988 merupakan sikap keterpaksaan daripada pilihan sadar pemerintah. Karena pada saat yang sama, dua dari empat provinsi di Kalimantan – Barat dan Tengah – yang sebelumnya berada di WITa, ditarik ke WIB.

Kepulauan Riau termasuk Batam, satu dekade ini meratapi nasibnya berada dalam garis bujur dan lintang yang relatif sama dengan Singapura tapi terpisah oleh perbedaan waktu. Setiap tahun sekitar US$70 juta milik 1,2 juta warga Singapura dan Malaysia dihabiskan di pusat-pusat kebutuhan malam di Batam dan sekitarnya. Ini belum seberapa jika para “wisatawan akhir pekan” tersebut tak bergegas pulang karena perbedaan waktu.

Persmaan awal aktivitas ekonomi
Perbedaan waktu antarpusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia sendiri memberi pengaruh besar terhadap perusahaan-perusahaan yang berkantor pusat di Indonesia Barat seperti Jakarta, namun beroperasi di Indonesia Timur. Pada saat jam kerja di Indonesia Timur dimulai, kantor-kantor di Indonesia Barat belum apa-apa. Kesenjangan aktivitas yang terjadi pula pada akhir jam kerja di dua zona tersebut, secara akumulatif menyia-nyiakan empat jam kerja komunikasi dalam sehari.

Bertahun-tahun lamanya, tak ada pikiran “segila” pemimpin Cina atau Bush untuk menyatukan tiga zona waktu Indonesia. Tapi setelah ACT digagas dan dikaji manfaat mudaratnya sejak 1995, sebagian kalangan di Indonesia diam-diam menjajaki pikiran yang pasti akan membuat guru geografi murung.

Penghematan energi
Tahun 2001 di Surabaya, PT. PLN (Persero) mulai mempresentasikan hasil kajiannya tentang korelasi antara aktivitas kehidupan masyarakat dan konsumsi energi listrik. Program efisiensi energi listrik untuk mengantisipasi krisis bahan bakar minyak, menurut peneliti PLN, akan berdampak besar apabila WIB diubah mengikuti WITa. Pandangan ini berbeda dari kelompok kerja ACT dari Indonesia yang merekomendasikan GMT+7 (WIB) sebagai waktu bersama.
Sistem kelistrikan nasional masih didominasi oleh Jamali (Jawa-Madura-Bali). Data Juni 2004 menunjukkan, 68% pelanggan dan 80% kontribusi pendapatan PLN berasal dari Jamali.

Pemakaian energi listrik pada waktu beban puncak (18:00-21:00) akan berkurang jika pelanggan lebih cepat berhenti beraktivitas dan istirahat. Dengan mengubah WIB mengikuti WITa (19:00-22:00), rentang waktu beban puncak secara tak langsung berkurang karena masyarakat lebih cepat tidur. Beban penggunaan listrik di pagi hari (waktu baru 05:00-06:00) juga berkurang, karena pelanggan terbesar PLN dari golongan tarif R-1 ini lebih cepat bangun untuk beraktivitas di luar rumah.

Studi tadi sejalan dengan Daylight Saving Time (DST) atau acuan waktu yang diterapkan di 95 negara empat musim. DST membuat “matahari tenggelam satu jam terlambat.” Dengan menggeser pengukur waktu mundur satu jam di musim panas, dapat dihemat konsumsi listrik yang cukup besar. Di California, AS, pengurangan konsumsi energi 1% setara 600 ribu barel minyak. Di Selandia Baru, bisa mencapai 3,5%.

PT. Merpati Nusantara Airlines sudah membayangkan pertumbuhan 10% pada jasa penerbangan. Selama ini jadwal rute penerbangan dari WIB ke WIT memaksa pesawat mengangkasa lebih pagi. Jika pesawat berangkat dari Jakarta ETD 05:00 WIB, maka ETA 14:00 WIT di Jayapura. Terjadi market lost opportunity karena pasar untuk penerbangan ke arah barat relatif sedikit. Pesawat dan awaknya mau tak mau harus menginap (remain overnight). Utilisasi pesawat tidak maksimal.

Perbankan
Waktu tunggal membuat kalangan perbankan semakin diminati oleh nasabah. Cara transaksi seperti cek, giro, RTGS (real-time gross system) yang memerlukan konfirmasi, akan lekas diproses.

Waktu tayang televisi
Prime time televisi yang selama ini mengacu WIB, 17:30-22:30, kelak tidak terlalu “menyengsarakan” pemirsa di WIT. Sebab, sinetron berbintang idaman dapat dinikmati sampai habis tanpa mengorbankan waktu tidur.

Informasi
Oleh karena tak ada lagi time lag pada informasi, nilai tukar uang di pasar modal pun akan stabil dan bergairah.

Kebijakan time band pada SLJJ (sambungan langsung jarak jauh) berikut potongan tarif kian terasa manfaatnya oleh penelepon, karena jendela waktu berkomunikasi bertambah.

Satu zona waktu mempercepat arus informasi dan waktu tanggap (response time) jika negara dalam keadaan bahaya. Disparitas informasi di bidang pertahanan dan keamanan dapat ditiadakan.

Satu Waktu Indonesia
Dari uraian-uraian di atas, jelas bahwa, pembagian waktu hanya didasarkan pada konsep Fleming, berdasarkan bujur. Beberapa Negara, menggunakan penentuan waktu berdasarkan beberapa alasan, terutama ekonomi, misalnya Singapura, Malaysia dan China. Bagaimana Indonesia? Menurut saya, sudah waktunya kajian tentang “Penyatuan Waktu Indonesia Raya” dikaji lagi dengan lebih seksama. Dan sangat setuju bila Waktu Indonesia Tengah (WiTa) digunakan sebagai patokan waktu baru. Dan mari bersiap untuk meujudkan satu waktu Indonesia!. Bagaimana dengan Anda? 

Jawaban TTS No 1651 (Kompas, 22 Januari 2012)

Pertanyaan mendatar
1. Alat untuk menaikkan mobil
6. Kota gudeg
12. Alat untuk menangkap hewan
16. Golongan besar bangsa yang sama asalnya
18. Penyangga kaki waktu berjalan
19. Obat tuberkulosis
20. Gelanggang tinju
21. Mat negara
24. Kota tempat Taj Mahal berada
26. Mata angin
28. Satu (Jerman)
29. Kontraktor
30. Kegiatan yang dilakukan atas dasar kesenangan
33. Badan Antariksa Amerika Serikat
35. Suka mengganggu
38. Batang yang memanjang
40. Hari pertama sesudah hari ini
41. Encer
42. Kelim pada tepi kain
44. Semangat peijuangan yang menyala-nyala
46. Danau di Sumatera Utara
48. Akal
50. Persediaan barang
52. Penyakit kúlit
54. Cerita kepahiawanan
56. Ayahnya Gatotkaca
57. Bergerak ke atas
59. Penelitian suatu masalah
61. Kata seru untuk menyatakan heran
63. Pabrik semen di Sulawesi Selatan
66. Cabang olahraga
68. Kue berisi krim (Inggris)
69. Tumbuhan yang seratnya dibuat taut belati
71. Barak
72. Bekas tangkai padi yang sudah kering
75. Pengetahuan atau kepandaian
77. Lokasi Pembuangan Akhir
78. Alat untuk menjepit paku
80. Ikan lumba-lumba yang kulitnya kekuning-kuningan
81. Desain
85. Penentuan pendapat
86. Kota di Jawa Timur

Pertanyaan Menurun:
2. Gelar tertinggi keluarga Batak
3. Roda gigi
4. Lari (Inggris)
5. Kredit Investasi Kecil
6. Planet yang terbesar
7. Eklips
8. Rasa cinta
9. Aturan, jalan
10. Kepanjangan ART
11. Jenis waktu di Indoñesia
13. Buntut
14. Kata tanya
15. Lubang di kaki gunung
17. Suci
22. Klub sepakbola Makassar
23. Ring Back Tone
25. Turunan kedua
27. Garis-garis kecil sejajar berbayang
30. Hama
31. Hasil buah kota Malang
32. Gunung di Jawa Timur
34. Satuan ukuran tegangan listrik
36.Kata ajakan
37. Tanpa pola
38. Nama huruf ke-14 abjad Yunani
39. Rajut pelindung rambut
43. Gerakan
45. Penutup doa
46. Bukan TKI
47. Pemain belakang dalam permainan sepak bola
49. Seratus meter prsegi
50. Dokar; delman
51. Hewan padang pasir
53. Sudah ada
55. Seni melipat kertas ala Jepang
58. TùLang rusuk
60. Sungai di Riau
62. Bertepuk tangan (Inggris)
63. Remang-remang
64. Cahaya
65. Mata uang terkecil kita
67. Jurang (Inggris)
70. Tuna Netra
73. Radio Australia
74. Gerakan Disiplin Nasional
76. Keinginan (Inggris)
79. Sifat, tabiat
82. Sungai terpanjang di dunia
83. Bunyi raung harimau
84. Faktor keturunan

Salam Takzim,
Bagus H. Jihad

11 komentar:

  1. Sangat gamblang dan logis Om, :-)
    Walaupun mungkin dengan begitu kita harus menyesuaikan dengan negara terdekat yang bisa menjadi corong pembangunan perekonomian.

    Dengan begitu mungkin juga ketika yang dari Indonesia Bagian Timur berkunjung ke Bagian Barat tidak pusing berkejaran dengan penyesuain waktu saat ia akan kembali, seperti halnya wisatawan Jepang yang ke Bali.

    Hal yang terpenting lainnya dali artikel ini menjawab ketidaktahuan saya tentang Singapura, Afganistan, Malysia, Cina, dan juga negara lainnya yang tidak segaris lurus dalam pembagian waktu mulai dari Kutub Selatan sampai Kutub Utara.

    Setelah penyatuan waktu se Indonesia Raya, selanjutnya disusul dengan pemindahan ibu kota semisal Myanmar, Malaysia, Afsel, dan juga AS diwaktu yang lampau. Terus disusul lagi dengan penyatuan mata uang se ASEAN layaknya Euro mungkin lumayan menarik juga ya. heheheheeeee...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sudah membayangkan, bagaimana bila kita maju 1 jam mengikuti WITa. Dengan demikian, yang tadinya subuhnya jam 4, menjadi jam 5...lebih banyak yang tdk kesiangan! Berangkat kerja yang biasanya jam 6, sekarang menjadi jam 7.

      Anak sekolah yang biasanya masuk jam 7, menjadi jam 8...gurunya juga bisa lebih santai dikit. Yang pasti bisa pada sarapan pagi.

      Tapi kapan ya???
      Salam Takzim

      Hapus
  2. Saya sudah membayangkan, bagaimana bila kita maju 1 jam mengikuti WITa. Dengan demikian, yang tadinya subuhnya jam 4, menjadi jam 5...lebih banyak yang tdk kesiangan! Berangkat kerja yang biasanya jam 6, sekarang menjadi jam 7.

    Anak sekolah yang biasanya masuk jam 7, menjadi jam 8...gurunya juga bisa lebih santai dikit. Yang pasti bisa pada sarapan pagi.

    Tapi kapan ya???
    Salam Takzim,

    BalasHapus
  3. Balasan
    1. nggak juga, kebetulan bisa ngisinya...hehehehe

      Hapus
  4. saya sudah lama sekali gak main tts om, main tts bisa segamblang gitu yah infonya subhanallah ...

    bicara waktu yg di tentukan begitu jd mikir siapa yg menenntukan riset itu yah om? harus ngikutin sesuai dengan ilmu yg mempelajari hal itu [penelitian] atau bisa di mainkan oleh individu [pemimpin] tertentu ?

    seperti kata om, yang menginginkan pemajuan waktu di indonesia? saya sih setuju biar gak kesiangan subuhnya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Jay, ngisi TTS kalau ada waktu senggang... tapi ternyata bisa juga melatih otak kita agar nggak cepat lowbat.

      Penentuan waktu ini secara internasional pembagiannya, tetapi pemerintah setempat dapat menentukan sendiri sesuai dengan pertimbangan2 yg dilakukan.

      Saya juga begitu, biar jalanan nggak macet2 banget...

      Hapus
  5. aku mendengar kabar bahwa tidak jadi terlaksana ya, apa bener..?! hee

    BalasHapus
  6. hebat om postingannya, kagum deh

    BalasHapus
  7. Penjelasannya sangat lengkap, ditunggu postingan hebat berikutnya ya :)

    BalasHapus
  8. yang no.27 menurun itu jawabannya apa?

    BalasHapus

Pembaca yang BUDIMAN, Sudilah kiranya Anda meninggalkan pesan/komentar terkait artikel yang Anda baca, atau mengenai Blog ini. Terima kasih dan Salam Takzim.

Artikel Terkait